LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK DALAM PERANNYA UNTUK MENCAPAI NEGARA YANG BERDEMOKRATIS
*tulisan ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas Indonesia Communication System*
LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK DALAM PERANNYA UNTUK MENCAPAI NEGARA YANG BERDEMOKRATIS
Untuk menjadi negara yang benar-benar demokratis, maka sudah sepantasnya lah media sebagai pilar keempat negara turut andil dalam tercapainya sebuah pemerintahan yang mendengarkan aspirasi rakyatnya. Namun sayang, hal tersebut tampaknya agak susah terwujud di negara kita tercinta ini. Masih banyak konflik-konflik kepentingan serta krisis kepercayaan yang terjadi di sini; rakyat tidak percaya kepada pemerintahnya, dan pemerintah pun tidak percaya kepada rakyatnya.
Di sinilah sebetulnya media bisa mengambil peranan penting untuk menjembatani kedua belah pihak, serta membangun rasa percaya yang telah lama hilang itu. Namun lagi-lagi, bukan hanya pemerintah saja yang memiliki agenda khusus. Media sebagai sebuah perusahaan yang juga berorientasi profit juga seringkali memiliki agenda-agenda khusus yang sesuai dengan kepentingan internal perusahaannya masing-masing.
Media publik (dalam kasus ini adalah Lembaga Penyiaran Publik) sebenarnya bisa muncul dan menjadi 'penyelamat' krisis ini. LPP sebagai pihak yang didefinisikan sebagai "independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat" oleh Undang-Undang Penyiaran No. 32 tahun 2002 ini diharapkan mampu menyalurkan suara-suara rakyat dan menyampaikan pemberitaan-pemberitaan yang netral kepada masyarakat yang telah diracuni oleh kabar-kabar yang kadang diasupi dengan bumbu-bumbu yang tidak semestinya ada.
LPP seharusnya mampu menyediakan Ruang Publik (wahana di mana setiap kepentingan terungkap secara gamblang, setiap warga masyarakat memliki akses yang sama untuk berpartisipasi, kemudian mereka terdorong untuk mendahulukan kepentingan bersama dan mencapai konsensus mengenai arah masyarakat tersebut ke depan dan menemukan solusi bersama dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi, Jurgen Habermas) yang tak bisa disediakan secara utuh oleh media-media komersil.
TVRI dan RRI sebagai LPP yang sebetulnya sejajar secara yuridis dengan lembaga-lembaga penyiaran swasta dan berlangganan, kini dianak-tirikan oleh pemerintah maupun masyarakat. Setelah berulang kali berganti status dan diposisikan dalam ketidakpastian, kini mereka diberikan jatah yang sangat kecil di APBN (jauh di bawah budget operasional TV swasta), bahkan ingin dihilangkan keberadaanya oleh pemerintah, untuk kemudian dijadikan corong pemerintah seperti zaman orde baru dulu.
RRI masih bisa dikategorikan sedikit lebih beruntung dari TVRI, karena sejak lima tahun terakhir, RRI sudah jauh berkembang dan memperbaiki citra dirinya. Sementara TVRI masih diam di tempat dan dianggap buruk serta dianggap tidak diperlukan oleh rakyat. RRI sudah cukup berhasil dalam mendapatkan kepercayaan masyarakat, sementara TVRI masih mengemban image “pembela pemerintah”.
Coba bandingkan dengan LPP luar negeri macam BBC London, ABC Australia, CBC Canada, maupun NHK Hongkong. Mereka semua adalah LPP, tapi mereka betul-betul mendapatkan kepercayaan rakyat karena mereka terbukti telah memberitakan secara objektif.
Contohnya saja BBC London yang memiliki acara "The Intelligence Debate", di mana acara tersebut memperdebatkan hal-hal yang sedang menjadi hot issue dan menarik perhatian masyarakat. Bagusnya, debat itu tidak hanya berisikan perwakilan-perwakilan orang-orang pemerintahan saja. Karena walau mereka yang berdebat, mereka juga ditonton oleh para profesional muda yang mewakili warga, di mana mereka berhak mengajukan pertanyaan dan memberikan sanggahan-sanggahan atas argumentasi-argumentasi yang diberikan peserta debat. Pihak pemerintah yang menjadi peserta pun dibagi menjadi dua sisi, pro dan kontra, di mana masing-masing sisi harus mengemukakan 'pembelaan-pembelaan' sisi yang mereka pegang, dan hal itu yang nantinya dijadikan pertimbangan oleh rakyat.
Tapi mari lihat TVRI dan RRI. TVRI memang cukup 'merangkul' seluruh Indonesia dalam hal sajian acara dan berita. Mereka tidak hanya fokus pada ibukota saja, namun juga pada berita-berita daerah lain. Tapi ketika menyajikan ruang publik yang dibutuhkan rakyat, mereka tidak seberani LPP luar.
Contohnya dalam acara "Kabar Dari Senayan" yang mendiskusikan masalah kenaikkan TDL beberapa waktu yang lalu. Acara itu mengundang salah seorang anggota DPR, dan kemudian menyambungkan telepon dengan ketua MK (atau siapa, saya agak lupa, tapi beliau dari MK). Nah, si anggota DPR hanya membahas kenaikkan TDL ini ala kadarnya, sedangkan si ketua MK menjelaskan bahwa tidak ada perubahan dari segi pendapatan pemerintah jika TDL dinaikkan -- lihat betapa egoisnya dia, kan? Dia tidak melihatnya dari sisi rakyat, tapi hanya 'meyakinkan' rakyat bahwa pemerintah tidak 'mencari untung' atas kenaikkan TDL ini. Sementara audiens yang merupakan mahasiswa dari beberapa universitas pun tampak pasif dan tak terlihat berminat mengajukan pertanyaan.
RRI di lain sisi memang lebih maju dari TVRI, mereka memiliki lima gelombang siaran yang berbeda-beda (masing-masing dikhususkan pada bidang khusus, seperti berita, gaya hidup, sosial budaya, dll), juga fasilitas streaming lewat internet. Hal ini mempermudah pendengar untuk mendapatkan berita, karena siaran RRI juga mencapai daerah-daerah lain. Selain itu, mereka juga memiliki keunggulan, karena jumlah radio swasta yang menyediakan ruang publik dalam bidang pemerintahan sangat sedikit jumlahnya jika dibandingkan dengan radio yang menyediakan sarana hiburan.
Dalam prakteknya pun, RRI saya nilai cukup berhasil menyiarkan berita secara objektif. Seperti dalam siaran “Berita Nasional”, selain memberitakan, mereka selalu menghubungi para pakar, dan bukan pihak pemerintah. Suara pemerintah hanya terdengar dari liputan yang ikut diperdengarkan sebagai pelengkap berita. Mereka juga membuka kesempatan bagi para pendengar untuk mengemukakan pendapatnya dan menanyakannya pada bintang tamu yang hadir di studio saat acara berlangsung.
KESIMPULAN
Untuk mencapai sebuah pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat, maka baik pemerintah, media, dan rakyat nya harus bersatu. Dan hal yang paling utama dan mendasar adalah untuk membangun kepercayaan di antara ketiganya. Media (media publik pada khususnya) harus mampu membuktikan kepada penontonnya bahwa mereka mengabarkan fakta dan secara objektif. Pemerintah pun harus bisa meyakini bahwa baik mereka maupun rakyat sama-sama memerlukan lembaga penyiaran publik ini. Pemerintah butuh mendengarkan dan menerima masukkan dari rakyat, sehingga rakyat pun merasa diperlukan dan mau bergerak secara aktif dalam membantu pemerintah untuk kemajuan bersama.
Perjalanan menuju ke sana memang berat dan membutuhkan waktu yang cukup lama, tapi bukan suatu hal yang mustahil. Dengan tekad yang teguh, saya percaya TVRI mampu menyaingi dua televisi berita swasta nasional lainnya dan menjadi yang terdepan di seluruh penjuru Indonesia. Begitupun dengan RRI. Pertama-tama, fokusnya mungkin hanya untuk meraih market share di bidang siaran berita nasional saja, tapi ke depannya, niscaya mereka juga mampu merebut hati masyarakat lewat tayangan dan siaran di bidang lain, seperti bidang hiburan. Dan suatu saat, citra LPP pun pasti berubah menjadi lebih baik.
Comments
Post a Comment