[Short Story] Fact/Fiction
Gue tau Tuhan bilang kita ga boleh kuatir.. Tapi kayak Arthur di Inception bilang juga, kalo seandainya lo disuruh jangan mikirin gajah, apa yang akan lo pikirin? Gajah kan pastinya? Sama seperti gue.. Yang gue pikirin sekarang hanyalah: kuatir
Udah berapa hari ini dia menghilang dan ga muncul-muncul di tempat biasa kita ngobrol. FB dan YM nya juga jarang banget keliatan aktif.. Yang ada hanyalah gue yang jadi mellow all the time dan kuatir, karena terakhir ketemu, dia sedang dalam kondisi yang tidak baik. Dan mengkhawatirkan.
Sampai akhirnya suatu sore, namanya terlihat online di FB. Sempat berpikir mau nyapa atau nggak, akhirnya gue memutuskan untuk menyapanya.
Gue: Do. Lagi sibuk ga?
Edo: Nggak. Kenapa?
Gue: Gapapa, Cuma udah lama aja ga denger kabar lo.. Gimana kerjaan? Udah baikkan belom?
Edo: Belom. Masih banyak minus..
Gue: Cia yo ya! Semangat!
Tapi rupanya perkataan terakhir gue itu tidak diterimanya karena Edo terlanjur offline. Malam itu, akhirnya ia muncul lagi di tempat biasa kami ngobrol. Sedikit lega karena dia akhirnya kedengeran kabar lagi, tapi itu tidak menghilangkan rasa kuatir gue sepenuhnya.
Kamis, 12 Agustus
Ting!
Ada SMS masuk..
Edodo'e
"Na, besok nonton Expendables yuk."
Gue kaget tau-tau diajakkin nonton.. Rupanya dia masih inget yang lagi itu...
Reply.
"Yuk yuk yuk! Di mana?"
Ting!
"Deket rumah lu aja."
Reply.
"Jam?"
Ting!
"Siangan aja. Jam 2an. Nanti kalo udah deket gw sms."
Reply.
"Oke! :)"
Seharian itu, gue kesenengan nunggu hari esok, baik filmnya, ataupun kesempatan untuk ketemu Edo setelah lama ga bertatap muka.
Jam 2 lebih 10, SMS dari Edo masuk yang menyatakan bahwa dia sudah deket rumah gue. Gue nya mah udah siap dari tadi.. Ga lama kemudian, dia sampe di depan rumah gue. Sendirian. Oow.. Dalam hati, gue deg-degan sekaligus kegirangan. :)
Langsung aja kita cabut ke mall deket rumah gue, dan langsung menuju bioskop untuk beli tiket. Ternyata, kita dapet show pk. 15.20, yang artinya kita masih punya waktu kira-kira satu jam untuk keliling-keliling atau ngobrol-ngobrol.
Kita memutuskan untuk duduk dulu di foodcourt karena Edo ternyata belum makan. Dia makan dengan lahap, sementara gue hanya duduk memandanginya sambil sesekali menyeruput Hop hop coklat yang super dingin itu. Gue pun berusaha memulai pembicaraan yang selama ini sudah terangkai di otak.
"Do, kemaren ini sempet menghilang beberapa hari, ke mana aja?"
"Oh.. Sekarang gimana?" Aku tau aku mengulang pembicaraan di FB Chat tempo hari. Tapi yasudahlah..
"Masih ada minus, tapi kondisi udah agak baikkan.. Gue lagi usahain untuk balik-balikkin yang jelek-jelek kemaren," katanya masih sambil mengunyah.
Kami terdiam sejenak, ia menyuapkan lagi makanan ke mulutnya, lalu bertanya, "Kenapa?"
Deg. Aku agak kaget menerima pertanyaan seperti itu sebetulnya. Tapi aku berusaha tetap tenang dan menjawab, "Ngga.. Gue kuatir aja.. Soalnya lo menghilang tanpa kabar dan dalam kondisi down gitu, gue jadi mikir yang nggak-nggak.. Takut gue.."
Dia ketawa sedikit, "Takut apa lo?"
"Yaaa.. Takut lo ngelakui yang nggak-nggak.."
Dia ketawa makin kencang, "Yang nggak-nggak gimana maksud lu?"
Ini anak kok.. Dikuatirin malah ketawa.. Ck, "Yaaaa.. Gue takut lo stres banget sampe melakukan hal yang aneh-aneh.."
Dia lalu senyum-senyum nakal sambil terus mengunyah. "Na, gue belom se-desperate itu kok.. Lu tenang aja.. Gue ga bakal melakukan yang aneh-aneh dan nggak-nggak seperti yang lu pikir.. Jangan berpikir aneh-aneh lah.. Kebanyakan baca poskota ya lu? Hahahaha!" dia mengeluarkan tawa khas-nya lagi.
Dia kemudian melanjutkan makannya, sementara gue sudah jauh lebih lega melihat sikapnya yang tidak lagi mengkhawatirkan seperti sekarang ini.
"Lu inget ga, Do, bulan Febuari kemaren waktu gue mau lomba.. Lu ngucapin sebuah kalimat yang sangat simpel, tapi rupanya berdampak sangat besar ke gue, dan membuat gue melangkah sampai ke final waktu itu."
Filmnya ternyata sangat menyenangkan dan penuh adegan laga yang membuat gue bersemangat. Bukan gue doang, Edo juga sama sukanya tentang film itu seperti gue. Tak henti-hentinya ia berkomentar sepanjang film diputar. Memang sih, hal itu sedikit menganggu, tapi gapapa, dia emang begitu kalo nonton..
Film pun selesai, dan kami segera keluar dari mall dan makan malam di luar. Mobil pun diarahkan ke restoran tempat biasa kami makan setiap kali ia main ke rumahku. Pesanan pun tetap sama, ia memesan mie, sementara gue pesen nasi goreng. Selama menunggu makanan datang dan selama makan pun, kami tidak terlalu banyak bicara. Ia juga seperti biasanya, makan dengan lahap dengan sambal yang banyak.
Selesai makan, kami pun pulang. Selama perjalanan pulang itu, yang terdengar hanyalah suara musik yang mengalun dari iPod miliknya yang disambungkan ke tempat kaset mobil. Hingga akhirnya kita sampai di depan rumah, dan gue membuka pintu, “Thanks yah, Do.. Ati-ati lo balik rumah..”
Tapi tiba-tiba ia mengeluarkan suara. "Na,”
“Ya?” aku menghentikkan gerakanku yang sedang membuka pintu.
“Lo tau kenapa gue pindah kelas?"
"Karena lo kerja, kan?" kataku sambil menutup pintu tanpa isyarat.
Matanya lurus ke depan, tak memandangku. "Gue mau menghindari lo, Na.."
Deg. Aku kaget! "Hah?" Nada suaraku tanpa disadari meninggi mendengar ucapannya barusan.
Ia kini menyalakan batang rokoknya, tapi masih tetap tak memandangku. "Lo inget yang waktu itu gue sempet bilang kalo sekali temen, sampe mati juga akan tetep jadi temen?"
Aku menganggukan kepala. "Sebenernya waktu itu statement itu untuk ngingetin diri sendiri.." Ia menghembuskan asap rokoknya sambil berusaha membuat bulatan-bulatan, seperti yang selama ini ia lakukan.
"Gue ga pernah nyangka kalo gue...." Ia terdiam, menundukkan kepala, kemudian beralih memandangku. "Kalo gue bisa secepet ini ngerasain hal ini ke cewek.."
Suaranya tetap tenang, tidak sama seperti jantungku yang mulai berdebar. "Lo tau gue kan , selama ini gue nakal.. Tapi.. Baru kali ini gue ngerasain yang namanya membutuhkan.."
Aku masih terdiam. Tak tahu harus berbicara apa. Tapi tiba-tiba saja badan ini refleks rasanya, kemudian aku menghambur ke arahnya, dan memeluknya. Ia tampak sedikit kaget karena pelukkan itu. Namun tak bereaksi apa-apa, pun menyambut pelukkanku.
Edo masih terdiam. Lama.. Akhirnya aku melepaskan pelukanku dan memutuskan untuk membuka pintu. "Udah malem, Do.. Lo balik deh.. Ati-ati ya di jalan," kataku seraya beranjak keluar dari mobil dan menutup pintu. Ia masih tak bersuara hingga aku keluar, kemudian ia memutar balik mobilnya, dan melesat di tengah gelapnya malam.
thank you, el! hahahaha
ReplyDeletelagi nyoba2 bikin cerita sampe selesai :D
itu gambar cuma supaya bawahnya ga kosong aja :o
keren.. deskripsi tokoh dan narasinya dapet.
ReplyDeletekunjungi dan follow my blog ya... http://telagasastraqhi.blogspot.com/
moga kita bisa diskusi tentang sastra.. :)
terima kasih ^^
ReplyDelete*terharu*