[SHORT STORY] Sampai kapan?


Mukanya terlihat gelisah. Tangannya memainkan iPhone-nya tanpa juntrungan, melihat timeline Twitter tanpa benar-benar membacanya. Ia hanya membutuhkan sesuatu untuk membuat pikirannya memikirkan hal lain selain pria itu.

Ia membuka laptop-nya, memutuskan untuk menyelesaikan pekerjaannya yang terbengkalai. Tapi ia tak bisa berkonsentrasi. Pikirannya penuh oleh hal-hal tidak penting yang semestinya bisa dibuang dengan mudahnya, karena ia tahu apa yang ia pikirkan tak ada gunanya.

Akhirnya ia menelpon sahabatnya. "Nyet, ketemuan yuk."


Source


**

30 menit kemudian, mereka sudah berada di sebuah coffee shop 24 jam di daerah Thamrin.

"Ada apa lagi sih, Nyet?"

"Gue bingung sama dia. Anaknya labil banget, selabil ABG."

"Maksudnya?"

"Ya kemaren dia ngajakkin gue ketemuan hari ini. Tadi siang tau-tau ada tambahan ajakan nonton. Terus satu jam sebelum jadwal ketemuan kita, tau-tau dia bilang dia cuma bisa ketemuan sampe jam 7 doang karena dia mau ketemu temennya katanya. Ya akhirnya kita cancel aja deh ketemuannya.."

"Lah terus, apa yang bikin lo galau?"

"Setengah jam sebelum jam 7, dia tau-tau telepon gue dan ngajak ketemuan lagi. Wtf banget. Labil."

"Terus lo mau?"

"Ya.. Gimana? Gue kesel, tapi gue pengen. Gue pengen rasanya udahin ini semua deh. Capek, nyet."

"Lah bukannya semestinya begitu ya?"

"Begitu gimana?"

"Tarik ulur?"

"Tarik ulur, tarik ulur.. Lo pikir kita lagi 17an apa."

"Ngelucu lo."

"Ya abis.. Gini lho.. Kita udah dewasa, mau sampai kapan main-mainnya?"

"Sampai yakin. Sampe ketemu yang tepat."

"Hadeh jawaban lo.."

"Lho, bener dong? Intinya pedekate ya tarik ulur. Kalo terlalu gampang didapetin ga ada seru-serunya."

"Iya, gue ngerti.. Gue pun merasakan hal yang sama kok.. Ketika dia agresif banget kayak kemaren itu, yang ada gue malah ngga nafsu lagi sama dia.. Tapi sekarang dia sialan begini, gue jadi pengen lagi.."

"See?"

"Ya.. Tapi gue capek, nyet. Capek badan, capek hati."

"Ya kenapa ngga lo udahin aja?"

"Ngga segampang itu, nyet. Kalo kata Lady Antebellum, 'I'd rather hurt than feel nothing at all'. Itu yang gue rasain sekarang."

"Nah terus jangan komplain kalo gitu.."

"But I'm tired, man.. Semua omongannya tuh bullshit!"

"If you know those are all bullshits, then why do you keep eating it?"

"Because if I don't eat shit, I don't know how good food tastes like."

"......"

"Jadi, apa yang lo mau sekarang?"

"Ngga tau.."

"Do you still have a crush on him?"

"Ngga tau gue.."

"Lah gimana lo ga tau? Lo harus tau apa yang lo mau, Nyet."

"Kalo gue mau sama dia apa ngga, gue beneran ngga tau. Dulu gue memang mau dia. Tapi sekarang gue ga tau. Yang gue mau sekarang adalah ini cepat selesai. Apapun hasilnya itu."

"Tapi lo masih galau?"

"Masa galau gue udah lewat.."

"Lah ini apa namanya kalo bukan galau?"

"Tiga tahun, Nyet.. Tiga tahun gue memendam rasa sama dia. Tiga tahun yang gue pikir rasa ini ngga akan pernah berbalas. Sampai ketika tanda-tanda ke arah sana ada, gue malah...... Takut."

"Takut?"

"Iya. Takut. Gue awalnya ngga sadar. Tapi tadi gue berpikir.. Gue ngga tau how to react. Gue kayak.. Bingung.. Gue bahkan ngga bisa membuat pengandaian atau skenario di kepala gue tentang apa yang akan terjadi kalo dia nembak gue; apa gue bakal terima atau engga. Gue... Takut."

"Lah, lo mau dia, kan? Kenapa lo takut?"

"I don't know.. Mungkin masih ada sebagian diri gue yang mau dia, tapi gue ga tau apa yang akan gue lakukan ketika gue bener-bener dapetin dia."

"Lo kebanyakkan mikir."

"Lah kan manusia jadi makhluk ciptaan Tuhan yang paling hebat karena dia dikasih otak untuk mikir?"

"Ya tapi ini soal hati, nyet.. Dan jarang banget lo bisa nemuin hati yang sinkron sama otak.. Lo ga denger kata Agnes Monica kalo 'cinta ini kadang tak ada logika'?"

"Bawa-bawa Agnes Monica lagi lo."

Mereka terdiam untuk beberapa saat, sibuk memutar-mutar cangkir kopi latte mereka dengan sendok. Padahal tidak ada yang perlu diaduk lagi.

"Nah, elo sendiri gimana sama si Reno?" tanya si wanita galau kepada penasehat cintanya.

"Gue ya masih sama aja, Nyet. Gue ga ngerti cara buat lepasin dia."

"Cari kesibukkan lain lah.. Ketemu orang baru.. Coba yang baru.."

"Susah, Nyet. Gue kayak ga bisa membuka hati gue untuk orang lain selama si Reno masih ada di sini. Hati gue cuma muat untuk satu orang. Dan gue ga akan bisa memasukkan orang lain kecuali yang satu ini udah keluar. Gue butuh si Reno buat "buang" gue. Gue butuh dia buat mengusir dirinya sendiri dari hati gue, karena gue ga akan pernah bisa ngusir dia dari hati gue."

"Lah kenapa gitu?"

"Yah, istilah kata lebih baik gue sakit hati, karena dengan sakit hati itu, gue memang tidak punya pilihan lain selain melupakan dia. Tapi kondisinya sekarang adalah gue masih punya pengharapan. Gue masih berharap walau gue tau dia ga mungkin ninggalin bininya demi gue. Dan gue pun ga mau itu terjadi."

"Nah itu lo udah tau. Lo tau lo ga akan punya masa depan sama dia, kenapa lo masih paksain?"

"What I can't stand of losing is the memory, Nyet. Memories are like tattoo. Waktu pertama bikin, walau sakit, lo tetep excited karena lo tau hasilnya bakal bagus. Tapi ternyata setelah jadi, hasilnya ngga sebagus perkiraan lo. Lo mau apus lah itu tattoo, lo laser. Sakit? Pastinya. Tapi yang paling parah adalah, sebagus apapun laser itu, bekasnya tetep ada. Lo bakal tetep diingatkan bahwa once, you've had a tattoo."

Mereka kembali diam untuk beberapa saat. Mereka pun menyeruput kopi yang kini sudah dingin dari cangkirnya.

"Kita tuh sebenernya sama aja ya.."
"Kita tuh sebenernya sama aja ya.."

Dan mereka pun tertawa. Tanpa sengaja, mereka mengucapkan kalimat itu secara bersamaan.

"Ada yang salah apa ya sama kita?"

"I don't know, but I know for sure, ga ada yang salah sama jatuh cinta..."

"Coz you don't plan to fall, you just fall, right?"

"Exactly."

"Terus, mau sampai kapan kita begini?"

"Sampe hati sama otak lo sinkron."

"Hati dan otak ga akan pernah sinkron, Nyet. Otak gue sadar banget gue salah "ngerebut" laki orang. Tapi hati gue ga bisa gue kontrol."

"Jadi sampe kapan?"

"Sampe yakin. Sampe ketemu yang tepat."


***

Comments

Popular Posts