[Short Story] Cintaku sudah bersarang di hatinya sejak setahun lalu

Namanya Timo. Timothy panjangnya.
Aku sudah mengenalnya setahun lalu, dalam sebuah ajang perlombaan designer muda berbakat yang diadakan oleh kantorku, di mana ia menjadi salah satu peserta. Sebuah kecelakaan kecil membuat kami dekat. Aku tak sengaja menumpahkan kopi ke gaun malam buatannya yang hendak ia peragakan, 15 menit dari kejadian itu. Bukannya marah, ia hanya tersenyum dan langsung "menumpahkan" bagian gaun lainnya dengan kopiku. "Untuk hiasan", katanya.
Pertemuan kedua kami, di sebuah kedai kopi, sebagai bentuk permintaan maafku atas kejadian tempo dulu. Pertemuan itu terus berlanjut setiap pagi. Di kedai kopi yang sama, meja yang sama, dengan pesanan yang sama pula, french vanilla latte untukku, dan es capucinno untuknya. Ia tak suka minuman panas, katanya.
Hubungan kami tak beranjak ke mana-mana selain kedai itu, meja nomor 13, dan dua gelas pesanan kami setiap harinya. Sampai hari ke 366, Timo kemudian mengajakku untuk makan malam.
Antusias, aku menyambut undangan itu dan menghabiskan banyak waktu untuk mempercantik diri dan memoles wajahku sedemikian rupa. Kukenakan pakaian terbaikku, mini dress hitam selutut dengan punggung terbuka, menunjukkan bagian tubuhku yang paling kusuka. Anganku melambung jauh membayangkan makan malam ini.
30 menit. Hanya itu waktuku bersamanya tiap hari selama setahun belakangan ini. 30 menit berisikan celoteh panjang dengan beragam topik yang kami bicarakan tiap hari. Tawa lepas yang keluar dari mulutnya yang menghasilkan guratan-guratan manis dari sudut mata cokelatnya yang syahdu, serta senyum malu-malu yang tersungging dari bibirku tiap kali ia mengeluarkan guyonan yang didapatnya dari buku "1001 lelucon pilihan" miliknya yang tak begitu lucu itu.
5 menit, waktu yang dibutuhkan untuk buih-buih yang bergejolak dalam dada ini mengembang menjadi sesuatu yang lebih besar. Ya, cintaku telah bersarang padanya satu tahun lalu. Rupanya, saat itu aku bukan hanya kagum pada gaunnya yang indah dan kurusak itu, tapi juga pada ketenangannya dan kemampuannya dalam mengontrol diri di dalam keadaan terdesak waktu itu.
Namun, hanya 5 detik waktu yang ia butuhkan untuk menyakiti hatiku, ketika kulihat bibirnya menggumamkan kata "Ini istriku" saat ia menjemputku malam itu.
Comments
Post a Comment